Postingan

Imsak, Mudik, Halal bi halal dan Islam Nusantara

Gambar
Ijhal Thamaona  Saban Ramadhan dan Idul fitri, kita menyaksikan rupa-rupa tradisi khas umat Islam di Nusantara. Sebagiannya adalah ijtihad para ulama dan beberapa yang lainnya adalah kebiasaan muslim Nusantara yang akhirnya menjadi tradisi. Salah satu bentuk ijtihad ulama kita adalah adanya waktu imsak sepuluh menit sebelum fajar menyingsing. Anda cari di negeri muslim mana pun tak ada yang demikian, ini khas Islam di Nusantara (Indonesia). Imsak artinya adalah menahan. Dalam konteks puasa pada bulan Ramadhan maka imsak adalah waktu untuk menahan diri tidak makan, minum, berhubungan suami istri dan menahan diri dari larangan lainnya dalam berpuasa. Kata ini dari bahasa Arab, tetapi menjadi istilah tersendiri, murni hanya di Nusantara. Ulama Nusantaralah yang menemukan istilah tersebut dan menjadikan semacam tradisi bahkan ajaran. Dalam aturan fikih, sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah SAW, menahan diri untuk tidak makan dan minum, dimulai saat terbit fajar dan berakhir pada...

Islam Nusantara dan Sisik Melik Halal bi Halal

Gambar
 Ijhal Thamaona Suatu ketika, kala isu Islam Nusantara sedang hangat-hangatnya, salah seorang perundungnya menyerang dengan sengit wacana ini. Kalimatnya menyengat dan pertanyaan-pertanyaannya nyelekit.   Salah satu kalimat dari perundung itu bunyinya begini: “seharusnya para pendukung Islam Nusantara, memboikot Arab, kan Islamnya bukan Islam dari Arab, tetapi Islam Nusantara.” Tentu saja ini pernyataan serampangan, sebab Islam Nusantara sebagai sebuah diskursus sama sekali tidak anti Arab. Hanya saja, Islam Nusantara berupaya meletakkan antara ajaran Islam dan kebudayaan Arab secara tepat dalam konteks kenusantaraan. Pokok ajaran Islam yang disampaikan Nabi Muhammad SAW di Tanah Arab, lalu menyebar sampai ke Nusantara tentu akan berusaha dijaga keorisinalannya. Sementara ekspresi keislaman   yang telah banyak diwarnai dengan kebudayaan, itulah yang dinusantarakan.   Islam Nusantara, dengan demikian, tidak menyentuh fundamental doctrine , seperti   Rukun I...

Kegetiran di balik Wisuda Siswa dan Sumbangan 'Sukarela' Sekolah

Gambar
Ijhal Thamaona Saya tetap datang meski acara telah berada di penghujung. Wajah semringah sang putri dan semangatnya untuk hadir bak serdadu yang mau merangsek ke markas musuh, membuat saya tak tega. Saya datang demi melihatnya tersenyum di atas panggung, meski hanya sekejap. Dan di atas segalanya ini adalah tentang   rasa syukur. Maka hadirlah saya tepat ketika semua orang beranjak meninggalkan tempat duduknya. Acara itu adalah wisuda bagi santri TPA yang telah menuntaskan dirasa al-Qurannya. Sudah lama saya bertanya-tanya, mengapa wisuda anak-anak itu kini menjadi penting dan terkesan genting jika tak digelar. Padahal tradisi ini awalnya hanya dikenal bagi mahasiswa yang telah menamatkan kuliahnya. Sekarang bahkan anak TK yang belum tahu membuang ingus pun ikut-ikutan diwisuda. Saya merasa semakin janggal karena tradisi itu juga menjangkiti pendidikan al-Qur'an. Di antara TPA itu bahkan selama ini dikenal alergi meniru tradisi di luar Islam. Padahal asal tahu saja, wisuda dengan...

Trans people making the hajj to Mecca: Religiosity and social inclusion in Indonesia

Gambar
ABSTRACT Trans people in Indonesia have fought long and hard for social inclusion. In the town of Segeri in South Sulawesi, trans people have pro-actively sought such inclusion through making the Islamic pilgrimage to Mecca (hajj) and becoming recognised as a haji. This article draws on fieldwork conducted in Segeri with trans people preparing for, or who had already completed, the hajj. For these trans people, the hajj enables recognition as a legitimate part of Muslim Segeri society. After completing the hajj, trans people may be invited to take leading religious roles in Segeri ceremonies such as mappeca sure’ (a ritual commemorating the parting of the Red Sea by Moses, known in Arabic as Ashura) and assalama (a blessing and salvation ritual). Trans people in Segeri frame their pilgrimage to Mecca as a strategic model that other trans Indonesians can follow to gain social acceptance. This article focuses on the stories of two trans groups: bissu (transgender spir...

REEVALUATING APPROACHES TO RELIGIOUS MODERATION AT THE GRASSROOTS LEVEL: The Role of Muslim Youth in Advancing Interfaith Dialogue

Gambar
This paper examines the potential role of Muslim youth as alternative partners in fostering religious moderation at the grassroots level. It identifies two central issues in current religious moderation policies: (1) an overemphasis on programs aimed at security and deradicalization, which overshadow initiatives that encourage harmonious inter- and intra-religious relationships, and (2) a predominantly top-down approach that limits grassroots participation, particularly among young people. These challenges expose gaps in policy strategies and highlight unequal public engagement in religious moderation efforts led by the government. Addressing these concerns, the study proposes alternative policy strategies that actively involve Muslim youth, who bring their own understanding of religious moderation cultivated through participation in various Islamic organizations and youth forums. This study adopts a qualitative research methodology, incorporating data from in-depth interviews wit...

Sekali lagi Soal Sesat dan Penyesatan dalam Beragama (Bagian Kedua): Bisakah Merangkul Sang Lian?

Gambar
  Ini adalah bagian kedua dari tulisan soal “Sekali lagi Soal Sesat dan Penyesatan dalam Beragama.” Bagian kedua tulisan ini, fokus pada pendekatan dalam menyelesaikan munculnya kelompok yang dianggap menyempal dari ajaran agama mainstream . *** Pasang surut sesat-menyesatkan dalam agama apa pun, biasanya mengikuti naik turunnya dominasi puritanisme dalam agama tersebut. Gellner (1988) melihat ini ibarat pendulum, yakni sebuah proses bolak-balik dalam sejarah perkembangan agama.   Sebagaimana ayunan pendulum, yang sebentar bergerak ke kiri dan di lain waktu bergeser ke kanan, maka agama pun senantiasa berada pada titik yang berubah-ubah. Ada masa agama berkembang kelompok moderat, tetapi di lain waktu didominasi para kaum puritan. Tepat Ketika agama berada pada posisi puritanisme ini, biasanya pelabelan sesat terhadap yang berbeda mudah terjadi. Apalagi jika di sana berkelindan pula persoalan politik kekuasaan. Saya tidak akan mengurai lebih lanjut soal itu, tetapi...

Sekali Lagi Soal Sesat dan Penyesatan dalam Beragama (Bagian Pertama): Sempalan, Persoalan Teologi atau Politik?

Gambar
  Tulisan ini merupakan tulisan pertama soal tradisi sesat- menyesatkan dalam beragama. Dalam seri pertama ini, persoalan sesat-menyesatkan ini akan dilihat dari sisi teologi dan politik. Selanjutnya seri kedua, akan melihat fenomena sesat di Indonesia dan bagaimana seharusnya menanganinya. *** Sesat, heretic dan menyempal adalah istilah yang lazim dalam umat beragama. Semua agama hampir pasti menggunakan istilah ini untuk memberikan label pada kelompok atau aliran yang dianggap berseberangan dengan keyakinan mainstream . Di tubuh Kristen ada sekte semacam Yehuwa, Mormon, Children of God dan Christian Science   yang dianggap menyempal. Di Katolik pun demikian, ada Febronianisme, dan Gallikanisme yang juga disebut sesat. Tentu yang dituduh sesat, justru merasa merekalah yang lurus. Yehuwa, misalnya, menyebut ajarannyalah yang betul-betul ikut ajaran Yesus atau Isa al-masih, yang lain justru telah tergelincir. Bagaimana dengan Islam? Setali tiga uang, agama terakhir in...