Postingan

Menampilkan postingan dengan label Artikel Sosial Budaya

Anak Miskin Jadi Sarjana: Bukan Keajaiban, Tapi Tanda Gagalnya Sistem Pendidikan

Gambar
  Ijhal Thamaona Kisah-kisah tentang keluarga miskin yang  berhasil menyekolahkan anaknya hingga mencetak sarjana bahkan sampai meraih gelar doktor, selalu mengalirkan inspirasi.  Di media sosial ceritanya memantik perhatian yang tinggi. Narasinya dibagikan berulang-ulang. Orang menanggapinya dengan pujian dan rasa haru. Keberhasilan  orang-orang miskin itu menorehkan kesan yang kuat. Sebab mereka meraih sarjana dengan perjuangan yang berdarah-darah. Ada yang orang tuanya hanya buruh tani, payabo-yabo  (pemulung), pembantu dan pekerjaan-pekerjaan lainnya yang menunjukkan mereka dari kelas bawah.  Simaklah kisah Siti Soleha, siswa dari Indramayu yang orang tuanya hanya buruh tani, tetapi bisa tembus kulih S2 Northeast Normal University, China. Orang tuanya dan dia sendiri harus jungkir balik untuk bisa terus mengecap pendidikan. Di lain tempat ada cerita tentang Chanita, demi dia agar bisa merengkuh cita-cita merebut gelar sarjana, kakaknya memilih putus...

Serba Tahu dan Matinya Kepakaran

Gambar
Ijhal Thamaona Inilah era di mana semua orang seolah telah jadi pakar. Seorang selebgram yang tidak jelas latar belakang   keilmuanya bisa berkomentar soal skin care   seakan-akan dia lebih pakar dari dokter kecantikan. Sebaliknya dokter kecantikan malah menjelaskan panjang lebar soal satu ijazah palsu atau tidak. Caranya   menjelaskannya mengesankan   seolah olah dia lebih hebat dari ahli digital forensik.   Di waktu lain seorang pesulap malah bicara soal konspirasi global dan pertahanan keamanan. Ajaibnya banyak orang yang memercayainya bahkan memegangnya mati matian sebagai pendapat yang paling benar. Ini bukan lagi sekadar salah informasi, tapi seperti kata Tom Nichols adalah proses matinya kepakaran. Pengetahuan yang disusun berdasarkan metode dan dibangun berbasis riset,   runtuh   satu persatu.   Era di mana tidak hanya semua orang berhak berpendapat, tapi semua pendapat sama benarnya. Hak berpendapat telah disalahpahami sebagai "seluru...

Kegetiran di balik Wisuda Siswa dan Sumbangan 'Sukarela' Sekolah

Gambar
Ijhal Thamaona Saya tetap datang meski acara telah berada di penghujung. Wajah semringah sang putri dan semangatnya untuk hadir bak serdadu yang mau merangsek ke markas musuh, membuat saya tak tega. Saya datang demi melihatnya tersenyum di atas panggung, meski hanya sekejap. Dan di atas segalanya ini adalah tentang   rasa syukur. Maka hadirlah saya tepat ketika semua orang beranjak meninggalkan tempat duduknya. Acara itu adalah wisuda bagi santri TPA yang telah menuntaskan dirasa al-Qurannya. Sudah lama saya bertanya-tanya, mengapa wisuda anak-anak itu kini menjadi penting dan terkesan genting jika tak digelar. Padahal tradisi ini awalnya hanya dikenal bagi mahasiswa yang telah menamatkan kuliahnya. Sekarang bahkan anak TK yang belum tahu membuang ingus pun ikut-ikutan diwisuda. Saya merasa semakin janggal karena tradisi itu juga menjangkiti pendidikan al-Qur'an. Di antara TPA itu bahkan selama ini dikenal alergi meniru tradisi di luar Islam. Padahal asal tahu saja, wisuda dengan...