Ilalang Arenna Haji Bawakaraeng: Konstruksi, Permainan dan Negosiasi Identitas dalam Sebuah Penamaan

Abstrak

Haji Bawakaraeng selama ini telah menjadi istilah kontroversial dalam masyarakat Sulawesi Selatan. Istilah itu ditujukan kepada komunitas yang sering melakukan ritual di Gunung Bawakaraeng, khususnya pada bulan Zulhijah. Istilah tersebut seakan-akan menunjukkan adanya pelaksanaan haji yang aneh dan menyempal dari kelaziman. Jika biasanya masyarakat pada umumnya melakukan ritual haji di Mekkah, maka di Sulawesi Selatan ada sekelompok orang yang justru melakukannya di puncak Bawakaraeng. Tetapi komunitas itu sendiri tidak merasa sedang melakukan haji sebagaimana pelaksanaan haji di Mekkah. Mereka yakin haji ke Mekkah tidak bisa digantikan dengan naik ke Bawakaraeng. Hanya saja soal mendapatkan pahala haji, tempat sering kali tidak menjadi soal. Tulisan ini bertujuan untuk mengungkapkan mengapa bisa mereka digelari Haji Bawakaraeng dan bagaimana sikap mereka dalam merespons pelabelan tersebut. Melalui penelitian kualitatif, ditemukan, istilah Haji Bawakaraeng adalah konstruksi orang di luar komunitas Bawakaraeng untuk memberikan label negatif terhadap ritual yang sering dilakukan di Gunung Bawakaraeng. Pelabelan itu adalah upaya kelompok Islam tertentu untuk menyingkirkan komunitas yang secara resmi beragama Islam, tetapi dipandang oleh kalangan tersebut masih sering melakukan perbuatan khurafat dan kemusyrikan. Tetapi yang menarik, meski ada di antara komunitas Bawakaraeng yang menolak istilah itu tetapi secara umum mereka justru menggunakannya. Mereka menggunakan istilah tersebut sebagai identitas. Melalui identitas Haji Bawakaraeng itulah mereka lalu membangun diskursus baru tentang haji. Cara mereka memberi makna baru terhadap Haji Bawakaraeng di tengah pelabelan negatif masyarakat adalah sebuah permainan identitas melalui sebuah nama.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Anak Miskin Jadi Sarjana: Bukan Keajaiban, Tapi Tanda Gagalnya Sistem Pendidikan

Piagam Menara Gading

Ritual Mappeca Sure (Bubur Asyura); Tak Sekadar Memperingati Tragedi